Sebelum melakukan KRS semester delapan, ketika hendak menempuh Mata Kuliah (Matkul) Skripsi, dalam hati tidak ada persiapan sama sekali. Mulai dari judul bahkan gambaran ingin mengangkat topik apa? Semuanya tak terlintas di kepalaku. Seperti kosong, membiarkan mengalir bagai air.
Semua diperparah
dengan adanya pemberlakuan kurikulum baru. Entahlah, sebelum menentukan Kartu
Rencana Studi (KRS) selalu saja terjadi huru-hara. Kali ini lebih parah. Matkul Praktikum dan Skripsi yang bisa ditempuh semester tujuh, harus
diambil di semester delapan. Alasannya karena pandemi. Diklaim bahwa banyaknya
praktik pada matkul Praktikum akhirnya digeser ke semester genap.
Sedangkan matkul
Skripsi tidak boleh diambil sebelum mahasiswa/i lulus matkul magang. Padahal
tahun-tahun sebelumnya boleh-boleh saja keduanya ditempuh bersamaan. Ah, ya
sudahlah. Lantas tak berhenti di situ. Karena pemberlakuan kurikulum baru,
tiba-tiba ada kebijakan bahwa kami angkatan 2017 (khususnya), harus mengambil
matkul peminatan sekian Satuan Kredit Semester (SKS) dan matkul pilihan minimal
sekian SKS, yang alhasil membuat kita terpaksa ikut mengambil matkul lain yang
belum tertempuh. Tentunya untuk menyesuaikan kurikulum baru.
Harapan lulus
3,5 tahun pun musnah. Bahkan pada tahun ke empat, yang sebenarnya okelah
tinggal Praktikum dan Skripsi, namun justru harus menambah satu hingga dua
matkul lain. Mmh
Akibat hal ini,
mood jadi makin tak karuan. Perasaan tidak semangat, kecewa, sedih, dan banyak
lagi. Semua bercampur di hati. Jadwal pengajuan judul Skripsi pun makin dekat.
Akhirnya diputuskanlah untuk memakai judul yang pernah digunakan untuk matkul
Seminar Proposal (Sempro).
Antara yakin dan
tidak yakin sebenarnya. Pertama, karena objek yang diteliti merupakan berita
tahun lalu. Dalam bayanganku pasti ini sulit untuk diakses kembali karena sudah
tertumpuk oleh ribuan berita lainnya. Kedua, karena waktu itu hanya sekadar
'pokoknya dapat tema' padahal hati tidak spenuhnya tertarik.
Akhirnya, karena
tidak ada opsi lagi. Diputuskanlah dengan sangat terpaksa untuk tetap memakai
topik tersebut. Ketika diberitahukan nama-nama dosen pembimbingnya, aku lumayan
syok. Karena dosen yang aku harapkan ternyata bukan pembimbingku. Namun, judul
yang aku ajukan ternyata diterima. Setidaknya bersyukur.
Waktu bimbingan
pertama, dengan pedenya mengajukan langsung tiga Bab sekaligus. Berharap
langsung diberi catatan semua dan revisi sekalian. Namun, ternyata aku salah.
Latar belakang yang dinilai masih acak-acakkan, lumayan membuat terkejut.
Padahal, dosen Sempro waktu itu tidak banyak komentar dengan LBM-ku. Bahkan
semuanya direspon bagus.
Beberapa kali
bimbingan masih berkutat di LBM. Hingga akhirnya, ditengoklah Bab selanjutnya.
Sebenarnya, dospem pembimbingku sangat mendukungku untuk aktif konsultasi.
Setiap hari Senin, Rabu, dan Jum'at sebisa mungkin datang ke kampus. Hanya
saja, aku yang bermalas-malasan karena sudah tidak mood mengerjakan. Selalu terbayang-bayang
objek penelitian.
Hingga suatu
hari pernah saat bimbingan. Tetiba merasa goblok maksimal. Ditanya menggunakan pendekatan
apa? Aku jawab random saja. Dospem hanya geleng-geleng. Mungkin dalam hatinya
saat itu berkata : 'guobloke talah. Ngene kape lulus'. Hingga akhirnya aku
ditinggal begitu saja. Tapi, aku mencoba berfikir positif. 'Pasti yang
lebih parah dari aku, banyak. Pasti ditinggal karena emang sudah masuk jam
istirahat'.
Ah, sudahlah. Pasrah. Tidak
yakin.
Fikiran saat itu memelihi untuk fokus cari uang dan pekerjaan. Bahkan, sudah diniatkan untuk menjual
laptop yang aku beli satu tahun lalu milik kaptenku saat masih kerja di kafe
dulu.
"Loh, bukannya sedang
skripsi? Kenapa dijual?," tanya kakakku satu-satunya itu, via whatsApps
(WA). Aku memang meminta tolong untuk membantu menjualkannya dan memang sengaja menghubunginya melalui pesan WA. Alasannya, tentu agar saat ditanya 'kenapa', aku tidak terlihat sedang menangis di depannya. Ah, sungguh tak rela
sebenarnya.
Aku hanya bisa
menjawab. 'Percuma toh juga waktu pendaftaran sidang skripsinya sudah sangat
mepet (saat itu H-2 minggu, sedangkan aku belum mengumpulkan revisian Bab III),
jadi aku ikut semester depan saja. Selain itu juga yang terpenting saat ini,
SPP bisa dilunasi dulu," jawabku melalui personal chat (PC), sembari
menahan tangis.
Ya, maklum. Di
masa pandemi Covid-19, perekonomian ikut merosot. Di tambah aku yang sudah
tidak bekerja dan memiliki pemasukan pasca magang kuliah beberapa bulan lalu.
Di tambah lagi, kedua orangtua yang kebetulan sedang sakit juga. Pikiran jadi
semakin tidak karuan.
Pada Rabu
(14/7/2021), entah kenapa ada dorongan dalam diri untuk menyerahkan hasil
revisi Bab III. Hanya saja, malam sebelumnya sempat terfikirkan untuk
konsultasi mengenai bagaimana baiknya objek penelitian ini. Jujur itu yang
selama ini selalu membuat diri merasa tidak yakin. Sebelum-sebelumnya sudah ada
niatan untuk menanyakan perihal itu, namun Dospem seolah menuntut untuk
fokus step by step. Okelah, manut.
Akhirnya, pada
hari tersebut juga. Diputuskanlah untuk mengganti tahun penelitian. Selain
lebih up to date, pula lebih mudah untukku mencari judul-judul berita yang
diperlukan karena edisinya yang masih cukup hangat. Bersyukur.
Keesokannya,
mulai aku cari-cari objek tersebut, alhamdulillah ada semua. Berlanjutlah pada Bab
V, namun tidak cukup waktu untuk diselesaikan hari itu juga. Keesokannya,
seorang teman mengirimkan pesan WA. Ia menanyakan apakah aku mengikuti sidang
semester ini? Aku pun masih tidak yakin. Deadline tanggal 28 Juli 2021 sudah
makin dekat dan aku pun hanya bisa berusaha semaksimal mungkin dan untuk
hasilnya aku tawakal saja.
Seharusnya,
Jum'at yang direkomendasikan untuk ke kampus oleh Dospem. Aku pun memilih tidak datang. Namun, dalam
hati bertekad bahwa hari Jum'at, Sabtu, dan Minggu semuanya harus selesai,
mulai dari Bab 1-6, plagiarism, kata pengantar, abstrak, dan daftar isi.
Alhamdulillah, memasuki hari Senin (19/7) semua target sudah aku selesaikan. Ketika bimbingan, Dospem
auto merekomendasikan untuk segera daftar sidang gelombang ini. Toh, "Setelah sidang
juga masih ada revisi lagi," ujarnya. Hanya saja saat itu Dospem memberikan masukan agar
kesimpulan lebih diperpanjang.
Senang tiada
terkira rasanya. Meski perasaan masih menyimpan banyak pertanyaan, ya sudahlah.
Intinya, aku masih bisa ikut daftar skripsi semester ini. Bahkan teman-temanku
yang sudah wanti-wanti positif akan ikut gelombang 2, justru belum juga selesai
mengerjakannya. Mereka pun syok. 'Eh, kok bisa?, Katanya masih Bab III?, Kok
sudah selesai ajah? Perasaan kemarin progressnya aku duluan?'.
Motivasi segera
menyelesaikan itu sebenarnya datang dari teman-teman seperjuangan. Mereka
progress lebih cepat dari pada aku. Mereka menyemangati melalui pesan WA. Haha,
lumayan terharu dan semangat saat itu. Namun, puncaknya ketika tiga orang teman
sudah keluar dari grup bimbingan karena dianggap sudah selesai, tidak perlu bimbingan
lagi, tinggal daftar untuk sidang skripsi.
Hati yang
awalnya ingin merelakan ikut semester sembilan, seketika dan sekejap berkobar
dan tidak menerima begitu saja. Meski di dalam grup bimbingan tiada komentar.
Namun, dalam raga berkecamuk ingin berteriak 'AKU PASTI JUGA BISA'.
Alhamdulillah, akhirnya bisa menyelesaikan dalam H-beberapa hari sebelum
deadline yang kukira tidak akan pernah selesai di semester ini.
Selain itu,
sebelumnya juga sempat berfikir "Mengerjakan tugas H-jam bisa, mengapa
mengerjakan Skripsi H-2 minggu tidak bisa? Bukankah sama saja?," tanyaku
beberapa kali pada hati kecilku sendiri. Terlebih bersyukur dapat Dospem yang
juga turut menyemangati dan selalu stay saat anak bimbingannya ingin
berkonsultasi. Jadi, tidak ada drama-drama yang sulit dihubungi atau slow
respon.
Ketika semua
sudah merasa cukup, hanya tinggal melakukan administrasi. Ingin rasanya
memberikan pengaruh positif juga pada teman-teman lainnya, sebagaimana aku
mendapat semangat dari beberapa teman dekat saat itu.
Sebenarnya aku
bermaksud tidak mengumbar jika skripsiku telah selesai. Membiarkan mereka
tetap mengira aku tiada progress dan tetap santai dalam zona nyaman. Tiba-tiba saja namaku terpampang pada daftar nama mahasiswi yang ikut sidang gelombang
ini. Wah, pasti seru sekali.
Niat itu pun
wurung. Hati dan fikiranku ingin memberikan semangat pada teman-teman yang
lain, agar kita seangkatan dapat sidang dan wisuda bersama. Hingga template dalam skripsi segera aku kirimkan ke mereka yang sudah sangat antusias ingin
mengejar waktu-waktu terakhir pendaftaran sidang. Dengan maksud, agar mereka
cukup fokus mengerjakan Bab 1-6 saja. Selebihnya tinggal merubah punyaku.
Karena pasti mengedit tata letak seperti ttd beberapa dosen pembimbing,
penguji, logo dan daftar isi itu cukup menyita waktu juga.
Maksud hati
membantu mereka agar kami bisa menyelesaikannya bersama. Melihat teman-teman
optimis dan tidak menyerah suatu kebahagiaan tersendiri. Aku pun juga tahu
bahwa tidak semua teman bisa ikut sidang
gelombang ini, tapi bersyukur mereka dapat merespon baik niatku
membantu. Namun, sayangnya niat baik tidak sepenuhnya mendapat respon baik.
Sedih memang. Namun, instropeksi diri saja, mungkin caraku yang salah hingga
tidak sengaja menyinggung sebagian orang.
Setelah menunggu
kurang lebih seminggu lamanya, yang dinanti-nantikan akhirnya diumumkan juga.
Ya, jadwal sidang online. Kebetulan, aku sidang bertepatan pada hari ulang tahun
Bapak, Kamis (12/8/2021). Mendekati Hari H, perbanyak referensi dari beberapa
teman yang sudah sidang terlebih dahulu. Intinya, ‘pelajari model analisis lain
dan percaya diri dengan penelitianmu sendiri’. Alhasil, sidang skripsi pun
akhirnya berjalan sangat lancar. Meski sempat dag dig dug sebentar di pagi harinya,
tapi waktu belajar presentasi sendiri di depan layar laptop, alhamdulillah jadi
lebih rileks dan sempat gak sabaran bahkan.
Sangking
yakinnya aku presentasi dan menjawab segala pertanyaan ketiga penguji,
sampai-sampai aku sudah percaya diri saja kalau pasti lulus. Sampai saat
dinyatakan lulus pun perasaan benar-benar B ajah. Tidak semenakutkan ketika mendengar dari cerita orang.
Ketika mendengar pernyataan lulus itu memang
benar-benar perasaan yang biasa banget. Malah foto huru hara ala kelulusan itu seperti
sedang drama saja. Karena fikiran tuh hanya kebayang, lulus bukan berarti tidak
ada tanggungan untuk bayar SPP dan Wisuda. Bulum juga cari kerja, di lain sisi
juga bantuin usaha keluarga. Intinya tuh yang ada justru dilema.
Jadi,
sebenarnya apa yang membuat teman-teman iri denganku? Kata mereka dosen pembimbing
dan pengujiku enak-enak orangnya. Lah bukannya yang pengujinya dianggap killer juga
banyak yang dinyatakan lulus ya? Jadi, apa bedanya? Kalau boleh aku iri ya, aku
justru iri dengan teman-teman yang gak punya tanggungan biaya. Tapi aku tidak mau membandingkan diriku dengan orang lain. Intinya, syukuri saja apa yang sudah aku punya dan lakukan sampai saat ini. Lagi-lagi, apresiasi tertinggi untuk diri sendiri. Terima kasih, aku.
Tertanda,
Fitri Yuliani, S.I.Kom.
Comments
Post a Comment