Menjelang lebaran, pasar malam Kodam hingga Royal Plaza di Surabaya dipadati pengunjung. Hari Raya Idul Fitri 1445 H, tinggal menghitung hati saja. Banyak masyarakat yang berbondong-bondong memadati tempat perbelanjaan. Seperti yang kita ketahui, membeli baju baru saat lebaran seakan sudah menjadi tradisi di Indonesia. Tak ayal jika banyak orang-orang memburu baju, aksesoris, hingga jajanan untuk menyambut momen ini. Terlebih jika upah kerja hingga Tunjangan Hari Raya (THR) sudah diterima semua. Berbagai tempat perbelanjaan, seperti minimarket, pasar, dan mall pun penuh. Belum lagi dengan adanya jadwal buka bersama (Bukber). Sejenis tempat makan, seperti warung, cafe, dan restoran pun turut dipadati pengunjung. Dua dari sekian banyak tempat di Surabaya yang dipadati pengunjung ialah Royal Plaza. Pada video yang diunggah akun Instagram ini_surabaya, menunjukkan suasana padat di tempat yang dijuluki sebagai mall sejuta umat ini. "Royal Plaza lautan manusia rek. Hayo siapa yan...
Beberapa waktu lalu, masyarakat dihebohkan dengan potongan video yang banyak beredar di internet. Pada potongan video tersebut Agnez Monica Muljoto atau yang kerap dipanggil Agnez Mo tengah di wawancarai dalam Build aderiese oleh Kervan Kenney yang ditampilkan di Youtube dengan judul "Indonesian Pop Artist Agnez Mo Talks New Music, Including Her Single, Diamonds".
Dalam sesi wawancara tersebut, wanita kelahiran Jakarta, 1 Juli 1986 ini menceritakan banyak hal mengenai keberagaman budaya yang ada di Indonesia yang mempengaruhi musik yang ia rilis di Amerika Serikat. Keberagaman itu ia tunjukkan pada pakaian tradisional yang dikenakannya, juga dalam urusan musik.
Beberapa waktu lalu, masyarakat dihebohkan dengan potongan video yang banyak beredar di internet. Pada potongan video tersebut Agnez Monica Muljoto atau yang kerap dipanggil Agnez Mo tengah di wawancarai dalam Build aderiese oleh Kervan Kenney yang ditampilkan di Youtube dengan judul "Indonesian Pop Artist Agnez Mo Talks New Music, Including Her Single, Diamonds".
Dalam sesi wawancara tersebut, wanita kelahiran Jakarta, 1 Juli 1986 ini menceritakan banyak hal mengenai keberagaman budaya yang ada di Indonesia yang mempengaruhi musik yang ia rilis di Amerika Serikat. Keberagaman itu ia tunjukkan pada pakaian tradisional yang dikenakannya, juga dalam urusan musik.
Dalam sesi wawancara tersebut, wanita kelahiran Jakarta, 1 Juli 1986 ini menceritakan banyak hal mengenai keberagaman budaya yang ada di Indonesia yang mempengaruhi musik yang ia rilis di Amerika Serikat. Keberagaman itu ia tunjukkan pada pakaian tradisional yang dikenakannya, juga dalam urusan musik.
Hingga, kemudian Kenney bertanya mengenai latar belakang dirinya yang dinilai berbeda pada kebanyakan masyarakat di Indonesia. Agnes pun menjawab bahwa ia tidak punya darah Indonesia di dalam tubuhnya. “Sebenarnya, saya tidak punya darah Indonesia sama sekali. Saya sebenarnya keturunan Jerman, Jepang, Cina, saya hanya lahir di Indonesia, dan saya juga seorang Kristen yang mana di Indonesia mayoritasnya adalah Muslim," ungkapnya dalam bahasa Inggris lewat video yang diunggah ke YouTube pada 22 November 2019 lalu.
Pernyataan inilah yang akhirnya banyak mengundang kontroversi disebagian kalangan masyarakat. Beberapa orang menganggap hal tersebut telah menyinggung perasaan masyarakat Indonesia. Sebagaimana diketahui Agnez lahir, tumbuh, bahkan sukses dalam karir, itu semua di mulai dari Indonesia.
Seperti yang diungkapkan Nurhayati Monoarfa selaku Wakil Ketua Fraksi PPP DPR RI, menurutnya sangat disayangkan Agnez Mo mengatakan hal demikian. Menurut Nurhayati seharusnya ia tidak melupakan di mana ia dulu tumbuh dan meniti karir hingga dapat go international.
“Masa sih tidak tahu diri seperti itu? Kehidupan yang layak dia dapat di Indonesia, ketenaran dia dapat di Indonesia, rezeki juga dia dapat di Indonesia, tapi lupa sama Indonesia.” Ujar Nurhayati pada Tirto.id.
Meski banyak hujatan atas pernyataan Agnes tersebut, bagi saya sendiri dan mungkin beberapa orang lainnya, Nasionalisme Agnez tidak perlu dipertanyakan, banyak bukti yang menunjukkan bahwa Agnez adalah seorang yang nasionalisme. Seperti yang ia katakan pada saat melakukan video call yang ditayangkan pada akun Youtube Deddy Courbuzer.
“Saya selalu memasukkan budaya Indonesia ke dalam musik saya atau video clip saya, dan semoga saya bisa memperkenalkan budaya saya ke luar,” jelasnya.
Agnez juga mengatakan, banyak orang yang mengatakan dirinya tidak nasionalisme hanya karena ia selalu berbahasa Inggris, padahal melalui belajar berbahasa Inggris dengan lancar dan baik inilah yang membuat Agnez bisa mengenalkan Indonesia kepada orang-orang luar negeri.
Jika dilihat dari Teori Divusi Inovasi, hal yang dialami oleh Agnez esensinya menjelaskan bagaimana sebuah gagasan dan ide baru dikomunikasikan pada sebuah kultur atau kebudayaan. Teori ini juga lebih fokus pada bagaimana sebuah gagasaan atau ide baru dapat dan dimungkinkan diadopsi oleh suatu kelompok sosial atau kebudayaan tertentu.
Namun, ini juga harus diuji cobakan dalam kondisi sebenarnya. Maksudnya, setiap masyarakat atau netizen harus memastikan terlebih dahulu mengenai benar atau tidaknya suatu informasi, jangan hanya mendengarkan dan melihat dari potongan-potongan video saja melainkan secara keseluruhan. Meski begitu juga harusnya memahami dulu makna sebenarnya dari sesuatu yang telah disampaikan oleh Agnez Mo.
Dalam elemen difusi inovasi sendiri terdapat empat elemen, di antaranya ialah gagasan, ide ataupun opini seseorang dalam menentukan bagaimana pandangan seseorang mengenai pernyataan Agnes tersebut. Saluran informasi yang digunakan pun ikut berperan sebagai media komunikasinya. Potongan-potongan video tersebut tersebar melalui media online yang aksesnya bisa sangat cepat dan serentak diterima oleh masyarakat umum.
Hingga tak butuh waktu lama, jangka waktu netizen menerima segala opini mengenai pro dan kontra pernyataan Agnes bahwa ia tidak memiliki darah Indonesia sesegera mungkin ditanggapi masyarakat, khususnya netizen itu sendiri. Inilah yang kemudian menjadikannya cukup viral dalam waktu beberapa hari.
Hal tersebut akhirnya berhasil membentuk sistem sosial, di mana sebagian masyarakat menganggapnya tidak berjiwa Nasionalisme dan sebagian menganggap sebaliknya. Sebelum memberikan tanggapan pro atau kontra, masyarakat atau netizen harusnya mengerti dan memahami terlebih dahulu yang dianggap pokok permasalahannya. Bukan hanya untuk mengurangi tanggapan negatif, namun melihat apa manfaatnya? Jika netizen menanggapi hal tersebut dengan hal yang buruk, tentu tahap persuasif ini berdampak pada sikap masyarakat yang buruk pula akhirnya.
Sedangkan pada tahapan implementasi, masyarakat secara individu ataupun kelompok memutuskan suatu pernyataan yang pro maupun kontra akan hal tersebut kemudian menerapkannya. Selanjutnya, pada tahapan konfirmasi seseorang atau sekelompok masyarakat ini akan mulai mencari penguatan-penguatan terhadap keputusanya terkait menolak maupun menerima kemudian menuliskannya pada suatu opini yang ia tulis dalam subuah komentar, akun, caption atau lainnya di dalam media sosial,u sekadar memberitahu ataupun mempengaruhi masyarakat secara umum.
Maka tanggapan masyarakat mengenai pro dan kontra atas pernyataan Agnes Mo waktu itu, sebenarnya kembali lagi pada hal-hal tersebut di atas. Intinya segala bentuk opini dan segala sesuatu yang sudah diyakini sejak awal memang menentukan sikap masyarakat atau netizen itu sendiri. Kalau saya pribadi menanggapi “permasalahan” ini sebagai hal yang normal dan tidak ada sesuatu yang perlu diperdebatkan.
Karena kembali lagi, Agnez Mo hanya menjelaskan tentang identitas diri sebagaimana nyatanya. Jika nyatanya ia tidak mempunyai darah Indonesia sama sekali, toh, selama ini yang kita tahu sendiri, ia mengenalkan diri sebagai warga Indonesia di kanca International dan bahkan ia sangat bangga akan bangsa Indonesia dengan segala jenis keberagaman budayanya. Lantas apa yang harus diperdebatkan lagi? Menurut saya ini hanyalah masalah DNA atau garis keturunan, bukan semata-mata berjiwa nasionalisme atau sebagainya, ini sama sekali tidak ada hubungannya.
Comments
Post a Comment